Sabtu, 17 Maret 2012

Perkembangan HAM


Hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual tidak lahir secara tiba-tiba sebagaimana kita lihat dalam “Universal Declaration of Human Right’ 10 Desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah peradaban manusia. Dari perspektif sejarah deklarasi yang ditandatangani oleh Mejelis Umum PBB dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis formal dan merupakan titik kulminasi perjuangan sebagian besar umat manusia di belahan dunia khsuusnya yang tergabung dalam perserikatan bangsa-bangsa. Upaya konseptualisasihak-hak asasi manusia, baik di Barat maupun di Timur meskipun upaya tersebut masih bersifat lokal, parsial dan sporadikal.
Pada zaman Yunani Kuno Plato telah memaklumkan kepada warga polisnya, bahwa kesejahteraan bersama akan tercapai manakala setiap warganya melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing.
Dalam akar kebudayaan indonesiapun pengakuan serta penghormatan tentang hak asasi manusia telah dimulai berkembang, misalnya dalam masyarakat. Jawa telah dikenal tradisi ‘Hak pepe’, yaitu hak warga desa yang diakui dan dihormati oleh pengausa, seperti mengemukakan pendapat, walaupun hak tersebut bertentangan dengan kemauan penguasa (baut & Beny, 1988 : 3)
Awal perkembangan hak asasi manusia dimulai tatkala ditandatangani Magna Charta (1215), oleh raja John Leckland. Kemudian juga penandatanganan petition of right pada tahun 1628 oleh raja Charles I. dalam hubungan ini raja berhadapan dengan utusan rakyat (house of commons). Dalam hubungan inilah maka perkembangan hak asasi manusia itu sangat erat hubungannya dengan perkembangan demokrasi. Setelah itu perjuangan yang lebih nyata pada penandatangan bill of right, oleh raja Willem III pada tahun 1986, sebagai hasil dari pergolakan politik yang dahsyat yang disebut sebagai the Glorious Revolution. Peristiwa ini tidak saja sebagai suatu kemenanganparlemen atas raja, melainkan juga merupakan kemenangan rakyat dalam pergolakan yang menyertai pergolakan Bill of right yang berlangsung selama 60 tahun (Asshiddqie, 2006 : 86). Perkembangan selanjutnya perjuangan hak asasi manusia dipengaruhi oleh pemikiran filsuf inggris John Locke yang berpendapat bahwa manusia tidaklah secara absolut menyerahkan hak-hak individunya kepada penguasa. Hak – hak yang diserahkan kepada penguasa adalah hak – hak yang berkaitan dengan perjanjian tentang negara, adapun hak-hak lainnya tetap berada pada masing-masing individu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar